Mutia Kymoot Thanks God, I'm sweet. Engkau sungguh Maha Indah, indahkanlah aku, Tuhan.

Senin, 10 Juni 2013

Sudah Siapkah Aku Menikah?



            “Mut, ayo nikah!”. Sudah ada sekitar 5 ajakan dari orang yang berbeda. Aku harus jawab gimana?
            Dan entah kebetulan aja atau emang udah digariskan, orang – orang yang bilang seperti itu adalah mereka yang umurnya udah mendekati om – om dan mungkin mereka mengejar target menikah di usia maksimum, mereka tidak lagi mencari pacar tapi mencari seorang istri dan juga seorang ibu dari anak – anak mereka kelak (rentang umurnya sama aku paling deket itu 5 tahun – 8 tahun, dan sekarang aku umur 20 mendekati 21, berarti yang ngajak nikah aku itu umur 26 - 30? Om – om kannn?? -__-, tapi gak papa sih, lebih mateng, ibarat sawo itu kalau belum mateng kan sepet, kalo udah mateng kan enak kan ya, tapi jangan sampe busuk!! :D
            Duh malah ngomongin sawo. Balik ke topik ajakan untuk menikah. Ajakan yang cukup serius dan kalau aku bilang “iya” pasti langsung ditembung.
            Dulu, jaman EsEmA aku pernah punya keinginan untuk nikah muda, pikirku biar anakku ntar kalau cewek gak kalah cantik sama bundanya, kalo cowok, aku diajak jalan – jalan aja masih keren.
            Dulu waktu aku umur 19 tahun, aku pernah punya keinginan yang begitu menggebu untuk nikah. Apalagi dengannya, khayalan – khayalan setelah nikah, keinginan untuk punya rumah yang kayak gimana, keinginan buat punya anak berapa, keinginan buat bulan madu dimana.
            Apalagi kalau jagong manten dan liat akad nikah secara langsung, aku pasti ngeliat dengan MuPeng dan bilang, “Ah, aku kapan ya kayak gitu?”
            Tapi sekarang, setelah hubungan ini naik menjadi hubungan yang bukan sederhana lagi, bukan sekedar hubungan antara aku dan dia tapi dengan keluarga masing – masing, hubungan yang semakin pasti. Namun semakin kesini aku semakin tidak siap. Aku tidak yakin. Aku berfikir, aku masih punya tanggung jawab, adek dan keluargaku. Buat apa Pak Juwari banting tulang, ngayuh becak tiap hari, buat apa mamak gendong rumput berkilo – kilo meter tiap hari demi hidupku, demi kuliahku, kalau pada akhirnya, aku tanpa membalas apapun dan kehidupan mereka tidak berubah lalu aku menikah. Ikut suamiku kelak, meninggalkan mereka.
            Iya kalau suamiku kelak bisa memenuhi balas budiku untuk mereka, kalau tidak?? Kalau akupun ternyata harus banting tulang untuk kehidupanku sendiri dan anak – anakku kelak?? Lalu??
Buat apa???
            Iya mungkin alasan itu adalah salah satu alasan sekaligus alibi kalau aku semakin tidak siap. Tidak siap karena rasa keinginan itu gak tau hilang kemana. Tidak siap karena semua impian – impian itu sudah tidak ada lagi di hati dan anganku. Tidak siap karena rasaku tidak yakin. Alibi kalau rasaku sudah pindah....
            Tadi pagi curhatanku dengan Tanti dan Dyah, tentang pernikahan. Dyah yang sekarang memilih untuk tidak pacaran sebelum “mereka” menikah dan Tanti yang zuudhon dengan kisah cintanya kalau- kalau seperti kisah cintaku, karena dulu, aku pernah berada di posisi Tanti. Dimana aku merasa betul - betul cinta, mengkhayalkan dan rasa yang begitu menggebu untuk menikah.
            Sampai pada curhatan itu terhenti setelah disemprot Bu Ida, gara – gara tiga – tiganya gak nyatet dan gak ngerjain soal yang dikasih bu Ida. Tibo  apes, yang lain banyak yang gak nyatet tapi kebetulan Bu Ida tanya sama kita #Diarrr kowe ciaaahhh!!!
            “Menikah”, kata yang bukan main – main. Aku harus rela melepas kebebasanku untuk kata itu. “Bebas”.... bebas untuk melakukan apapun selama masih mengikuti aturan yang ada, bebas memilih selama memilih apa yang ada, bebas jadi diri sendiri selama mengikuti tata krama yang ada. Apa itu yang disebut bebas?? Kesimpulanku, bebas itu omong kosong. Bebas itu gak ada. Kita tidak hidup sendiri, kita hidup di antara berbagai macam jenis orang – orang dengan sifat, sikap, ras, agama, golongan dan semua perbedaan. Bagaimana kita bebas untuk hidup? Tuhan pun punya aturan untuk hidup.
            Ada yang harus dipertanggungjawabkan nanti di hadapan-Nya tentang kebebasan itu. Aku pernah berfikir, seandainya surga dan neraka itu tidak ada, maka orang akan bebas saling membunuh untuk mendapatkan apa yang dia mau.
            Kembali pada kebebasan dalam pernikahan. Untuk aku pribadi, aku harus rela melepas kebebasanku untuk berhenti main kesana – kemari sama siapa aja, rela melepas kebebasanku untuk gak blusukan karena memang hobiku dan hobinya jauh berbeda. Kecuali kalau aku nikah sama anak pecinta alam atau orang yang hobi blusukan juga :D. Apa aku harus nikah sama anak pecinta alam atau orang yang se-hobi denganku seperti di SiapaJodohku untuk menemukan Kebahagiaan itu Seperti Apa?
            Ada yang bilang, “Aku menyesal nikah sama dia”....
“Aku menyesal udah nikah muda”.
 “Aku menyesal kenapa aku baru ketemu kamu setelah aku sudah menikah”. Bla... bla.. bla... yang semua itu memiliki makna penyesalan.
Dan aku gak mau itu. Apalagi tetang sebuah perceraian. Lalu kalau sekarang aku tidak yakin dan kemudian aku menikah, apa yang akan terjadi?? Ah,  aku tidak tau....
Ada yang bilang “Menikah itu nikmat”.
Ada yang bilang, “Enaknya nikah itu cuma 1 bulan pertama, setelah itu.... berat!!”
Ada yang bilang,”Nikah itu 1 hari pertama adalah surga dan selanjutnya adalah neraka..” Jangan sampe, amit amit :(
Lalu ada yang pesan, “Besuk kalau istrinya ngambek, obat yang paling jitu adalah uang. Wes terus mari,” Ah apa iya? Iya juga sih (pengalaman dari orang – orang yang sudah menikah dan curhat sama aku).
Misalnya lagi pada puncaknya merasakan jatuh cinta lalu menikah. Orang yang sedang jatuh cinta itu gak ada alasan untuk gak suka. Tidak ada celah untuk benci karena saat jatuh cinta, tai kucingpun rasa coklat. Tapi kalau cintanya itu udah luntur?? Cinta pun bisa luntur, cintamu seperti bedak. Mudah luntur, #NahLoh
Nyimak catatannya Dyah tentang “Menikah memuliakan Sunah”, iya benar. Tapi tetap saja, nikah itu butuh bersiapan, siap ilmu, yakin, tekad, komitmen, siap dengan segala konsekuensinya, finansial, dan bla bla bla....
Apa tujuan menikah? Menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohma, doa itu selalu ada di setiap pernikahan. Salah satu tujuan menikah adalah ketenangan. Menikah juga menjaga kesucian, menghalalkan yang haram, menghalalkan kamu pegang tangannya, menghalalkan kamu meluk dia, menghalalkan kamu... ah, kok serasa menikah itu cuma nuruti nafsu aja.
Menikah juga membuat panggilan ayah bunda itu keliatan cocok dan pas pada tempatnya. Bukan masih pacaran kok udah ayah bunda, terus kalau udah nikah apa manggilnya?? Bapak simbok?? Atau kalau putus terus ndes sama diap gitu yaa???
Menikah juga bebas mengumbar kata sayang. Saling menjaga, melindungi, saling membantu, memahami hak dan kewajiban masing-masing. “Istri adalah pakaian untuk suami dan suami adalah pakaian bagi istri”. Ah, kok aku sepertinya sensitif sekali dengan kata “istri” ya :(
Pasangan kita adalah cerminan diri kita sendiri, kata Diah. Jadi biar cerminan diri kita baik, maka kita harus baik dulu, memantaskan diri. Ahh.... berattt!!!
            Menikah untuk mencari kebahagiaan, dan kebahagiaan itu tergantung ridho Tuhan. Bahagia tapi Tuhan gak ridho?? Berantem terus tiap hari?? Ahh... kayaknya kok aku gak pantes banget ngomongin ridho-nya Tuhan. Ah... aku memang tidak pantas :(
Kata Diah kalau Tuhan udah ridho, jalan pasti ada, minta rumah, mobil. Jangankan mobil? Pesawat pun okeh kalau Tuhan ridho. Tapi orang – orang terdekatku aja gak ridho apalagi Tuhan :(
Nikahi wanita karena Bibit bebet bobot-nya, tapi yang paling penting adalah agamanya.
Nah, masalahnya itu, aku lemah di ke empat – empatnya. Bibit? Aku gak cantik, dan apakah aku bisa memberikan bibit yang baik?
Bebet? Aku cuma anak petani. Bobot? Aku bukan anak orang kaya atau orang yang terpandang. Agama? Iya sih pelajaran agamaku selalu dapet nilai baik. Tapi, sholatpun aku sering telat, malah sering lupa. Baca Al Qur’an seminggu sekali, itu pun jarang. Puasa senin – kamis aja kalau pas lagi pengen aja, padahal kepengennya itu jarang. Cara berpakaianku pun tidak menandakan wanita muslim sejati yang benar – benar menjaga auratnya, apalagi kelakuanku. Ah,  genah penghuni neraka :(
Tapi aku takut masuk neraka, tapi aku juga sadar aku gak pantas masuk surga :(
Katanya cinta itu bisa timbul setelah menikah, karena “Witing tresno jalaran soko kulino”. Itu kata orang – orang jaman dulu, yang dulu menikah karena perjodohan. Buktinya mereka pada punya anak. Jal kalau gak cinta apa mau buat punya anak?? Atau witing tresno mergo kepekso??

Kalau witing tresno mergo rupo, witing tresno mergo bondo, witing tresno mergo tahto, witing tresno mergo wegah rekoso, witing tresno mergo cidro, witing tresno mergo wudo #Eh, kui udu tresno cah, yakin!!
Witing sengit mergo kulino itu juga ada. Mungkin karena ketemunya itu itu aja :D, ojo ngasih ahhh....
"Witting tresno jalaran ra eneng sik liyo". Ra eneng sik liyo koyo koe mas!!! Gak ada yang lain yang kayak kamu!!!!
Hukum "Witing tresno jalaran seko kulino” itu gak sepenuhnya berlaku. Kalau udah gak suka ya gimanapun tetep gak suka. Itu kalau aku.

Tapi “Witing tresno jalaran seko kulino” itu juga berlaku kalau keadaan dan cara “mengulinakan-nya” itu tepat, kayak perhatian dan sebagainya, namun kadang tresno itu bukan pada tempatnya. Karena ada, cinta itu berada di waktu dan tempat yang salah.
Tapi ada kata pacaran setelah menikah. Cerita dari tetanggaku, sebut saja Mbak Linda, beliau menikah itu tanpa ada rasa cinta, tapi setelahnya, setelah menikah itu rasa cintanya itu lebih waowwwwww. Dan itu nikmatnya pacaran setelah menikah. Apa mau mencoba pacaran setelah menikah?? Eh, menikah kok coba – coba!!
Jadi, mungkin kalau cowok belum siap menikah karena dia belum yakin kalau dia bisa bertanggung jawab secara lahir dan batin, batinnya sih udah, lahirnya itu, finansialnya itu. Eh, bukannya menikah itu adalah sebuah keberkahan. Katanya rezeki orang menikah itu lebih luar biasa :).
Kalau aku, belum siap menikah karena aku takut, aku tidak yakin dan aku ingin yang lain. Ada sholat istiqaroh untuk memantapkan itu, minta sama Tuhan untuk keyakinan itu, meminta Tuhan untuk memantapan hatiku.
Tapi kalau saja, ada yang bilang “ana uhubbuki filla.... aku mencintamu karena Allah”, dengan sepenuh hati. Mungkin aku akan menjawab “Ya, aku siap untuk menikah”.
Sekarangpun aku siap!!! :)
Siapa ya orang yang akan menikah denganku kelak, orang yang akan bilang “Kamulah tulang rusukku”, orang yang bisa menjadi imam dunia akhiratku. Siapa ya?? Kamu mungkin, iya aku pengennya kamu :)

8 komentar:

  1. Siapa ya?? Kamu mungkin, iya aku pengennya kamu :) <== ini buat siapa mbak ..? (gak mungkin kan buat aku :D )

    jadi begini mbak mutia yang cantik dan baik, menikah adalah sebuah keputusan yang tidak main2, karena menyangkut kebahagiaan kita di dunia dan di akhirat,
    jodohmu adalah cerminan dirimu, aku sangat setuju. namun kita juga tidak bisa memaksakan ternyata bahwa pasangan kita harus satu hoby/profesi/minat/segalanya justru dg perbedaan yg ada hubungan nanti terasa tidak flat (mbak pipit says)
    eh mbak mutia, udah denger berita belum aku insyaAllah lebaran ini mau tunangan lho, doakan lancar ya mbak

    BalasHapus
  2. Buat yang merasa :)

    Aku gak mengharuskan untuk sehoby, seprofesi atau segalanya sama lho... Nek perbedaan membuat tidak terasa flat aku GAK SETUJU, ex : perbedaan agama, perbedaan cara pandang, ataupun yang perbedaan yang bikin bertengkar dan semua itu membuat hidup gak flat lhoo, tapi mau hidup gak flat dengan perbedaan yang seperti itu?? perbedaan yang memicu pertengkaran?? Mau?? :)
    Menurutku perbedaan itu bukan membuat tidak terasa flat, tapi dengan perbedaan maka akan dapat SALING MELENGKAPI DAN SALING MENGISI satu sama lai. Disitulah nantinya yang akan menjadi indah dan nikmatnya sebuah hubungan, dimana sebuah kekurangan/perbedaan menjadi kelebihan jika kita ikhlas, tulus dan yakin karena Allah :)

    Dan selamat mas, semoga lancar, semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. buat yang menjadi tema twitt aku pagi tadi ya ..? soal rasa penasaranku siapa seseorang itu ya atau buat yang lain (bukan bermaksud kepo lho, cuma pengen tahu hehehe)

      wah ternyata mbak mutia lebih bijak dalam menyikapi hal ini,jadi malu aku udah merasa lebih dewasa, :-)

      aamiin, makasih mbak atas doanya semoga demikian pula, mbak mutia mendapatkan seorang suami seperti apa yang di idam2kan dan tentunya dan yang paling penting mendapat suami yang soleh aamiin

      Hapus
    2. biarlah waktu yang menjawab :)

      aku itu cuma anak kecil yang sok dewasa mas :)
      gak tau tapi sok tau

      amiiiiinnnnn.... seorang lelaki yang akan bilang "aku mencintaimu karena Allah :)
      amiiiinnn, semoga :) *meskipun itu kemungkinan kecil, tapi seribu kemungkinan itu ada :)

      Hapus
  3. wahh itu yang witing tresno jalaran seko kulino, kalo saya w(a)itig tresno jalaran ono sing liyo

    BalasHapus
    Balasan
    1. w(a)iting tresno jalaran ono sing liyo = nunggu tresno mergo tresnone mau direbut tresno sik liyo. #NahLoh pie kui mas hahah :D

      Hapus
  4. hmmm, maaf ya mbak Mutiya sbagai pengunjung blogmu yg baru skali ini mrene aq ikut nimbrung

    Pertama Mbak Mut, dirimu beruntung, parasmu ncen ayu, yo mesti onolah sing gelem ro dirimu, minimal lima sing dirimu sebut kae. Maaf, iki aq ra "melecehkanmu" lho mung iki gur bukti ben dirimu yakin atau percaya diri nek "jodohmu" kuwi mestine gampang le nggolek (#koyo opo wae).

    Kedua Mbak Mut, dirimu kie nduwe potensi. Foto-fotomu apik. Kui iso dirimu asah ben dadi luwih apik. Ben dadi senjata sampinganmu (selain ilmu gaya, momentum, po impuls) nggo ngolek duwit nggo ngewangi wongtuamu.

    Ketiga Mbak Mut, sing terakhir, dirimu kie uripe ng Jogja. Iki istimewa mbak. Percaya wae mbak, nek dirimu tenanan membaktikan diri ke Jogja, Insya Allah Jogja bakal nguripi dirimu mbak. Rejekimu ra bakal ngendi-ngendi mbak.

    Oke mbak Mut? Mung dirimu thok sing ngerti dirimu dewe. Nuwun ngapunten.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mantabb!!!!
      amiinnnnnnn *ngejak salaman mas Wihikan Mawi Wijna*, jenengmu kok angel men diwoco mas :D

      Hapus