Mutia Kymoot Thanks God, I'm sweet. Engkau sungguh Maha Indah, indahkanlah aku, Tuhan.

Kamis, 06 Juni 2013

Bahagia itu Seperti Apa?



            Bahagia itu seperti apa?
            Bahagia kalau punya uang banyak? Bahagia jika bersamamu? Bahagia jika bersamanya? Bisakah bahagia dibeli dengan uang? Uang tidak bisa membeli kebahagiaan, tapi uang bisa membuat bahagia #MutiyaaSays.
            Bahagia itu jika bersamamu, bahagia itu jika bersamaku, bahagia itu jika bersamanya. Ah iya sekarang bilang begitu, ketika masih dalam puncak kesenangan, besuk? Ah basi.....
            Ini berawal tentang percakapan kita.... Tentang hidup, cara dan sarana untuk hidup, masalah hidup, tujuan hidup, pertanggungjawaban hidup, keputusan hidup bla...bla...bla....
             Ah hidup dan hidup, kenapa tentang hidup yang selalu dibahas, kenapa bukan tentang mati? Bukankah tentang mati dan setelahnya itu yang menjadi tujuan akhir? Pertanggungjawaban tentang semuanya nanti dihadapan-Nya. Ah manusia....

            Manusia dengan sifat tergesa – gesa, ingin ini itu, tidak punya rasa puas, dan pada akhirnya menyesali sebuah keputusan yang telah dibuat karena dulu hanya ada rasa “senang”.
Tentang target hidup, sama – sama punya hak dengan target hidup masing – masing.  Tuhan, iya Tuhan yang memutuskan. Tentang jodoh, rizki dan mati. Jika memang iya maka jalan pasti akan terbetang, jika tidak maka Tuhan akan memberikan yang terbaik, dan memisahkan dengan cara yang indah.
            Tapi apakah iya kalimat “Get it flow” terus saja digunakan, mana tentang Siapa Jodohku? Tentang kebahagiaan yang harus dijemput, bukan ditunggu.
            Sebuah pesan dari mantanku, “Semakin kamu mengharuskan dia jodohmu, maka semua akan semakin ditunjukkan”.        Iya, semua sudah berusaha dan Tuhan punya rencana.
            Lalu kamu bilang “Meskipun kamu bukan jodohku, aku akan merasa bahagia dan bangga melihat keberhasilan dan kebahagiaan orang yang pernah hadir untuk menyemangatiku dalam hidup”.
            Aku juga membahas masalah balas budi itu dan jika memang tak sejalan, aku akan mengembalikan pada tempatnya tapi aku mendapat penolakan, “Itu sebagai rasa terimakasih atas semangat dan dukungan yang pernah kamu berikan”.  Dan aku pasti tetap akan tidak bisa memiliki apa yang bukan milikku. Sampai pada sebuah keputusan, life must go on, get it flow dan semua balas budi itu akan disampaikan pada orang – orang yang butuh.
            Pagi ini, tanpa emosi, pola pikir dewasa dan sepakat. Bangga punya kamu, dan tetap akan bangga jika seandainya kemungkinan itu terjadi. Setidaknya aku pernah punya hati yang begitu baik dan sabar yang luar biasa.
            Dan ada doa lain “Semoga kelak engkau bahagia bersamanya, bahagiamu bahagiaku”. Ah, apa iya? Tetap saja, pada akhirnya tidak bahagiaku tidak akan menjadi tidak bahagiamu. Karena kamu masih punya kebahagiaan yang lain.
            Ketika kamu bilang tidak sekalipun, keadaan akan menjawab iya. Waktu pun akan menjawab iya.
            Kamu mengibaratkan kebahagiaanmu yang lain diibaratkan dengan beruang tapi berpenyakit. Beruang tapi berpenyakit itu apakah sama dengan kebahagiaanmu yang lain tanpa kebahagiaanku? Beda cerita.
            Jika beruang tapi berpenyakit itu kebahagiaan semu, lalu kebahagiaanmu yang lain tanpa kebahagiaanku itu sama halnya dengan beruang tapi berpenyakit. Berarti kebahagiaanmu yang lain itu kebahagiaan semu? Atau ini salah mengartikan, ah aku tidak tau.
            Jika apa yang aku terima ini benar, maka orang akan tertawa dengan kalimat - kalimat itu. Bagamana bisa bilang begitu, ketika kamu dulu pernah merasa bahagia. Aku sangat yakin kamu pernah merasa betul – betul bahagia hingga kamu berkata “Aku bahagia, ini bahagiaku yang sesungguhnya.” Aku yakin itu kamu pernah merasakannya. Karena aku juga pernah merasa seperti itu.
            Lalu sekarang kamu bilang kebahagiaan semu? Kebahagiaan semu tapi tetap saja kamu bahagia.
            Sampai ada pertanyaan lain, jika memang jalannya berbeda? Apa yang akan kamu lakukan? Dimana kamu akan mencari kebahagiaan?
            Aku tidak bisa menjawab. Aku bangkit dan aku harus menulis tentang semua ini. Dan ini tulisanku.
            Sekarang pertanyaanku, ketika dia bukan jalanku, dimana aku berjalan menuju kebahagiaan? Apakah pada dia yang punya kebahagiaan semu dan tetap bahagia? Bagaimana bahagiaku bisa bahagia dengan tanpa bahagiaku pun bisa bahagia?
            Pada akhirnya aku sendiri yang akan terus mencari jawaban, bahagia itu seperti apa?
            Tuhan-ku tau jawabannya.
            #Jare Bahagia itu sederhana, sesederhana aku mencintamu #eaaaa
           Kumpul sama mamak, bapak dan Mukhlis sambil wediyangan pacitane pisang goreng juga bahagia, #BahagiaItuSederhana. Opo ho'o? Embuh. 

Oh iya, aku lupa tadi pas menulis tentang ini, lupa akan posisi dan orang - orang yang bersangkutan. Ngrembuki dia mudah, tapi mereka?? *tepok jidat*
 Eh ora sido lah, tetep kudu konsekuen ya :) demi mereka, nama mereka :) dan bahagia mereka :)

3 komentar:

  1. tulisannya mbak mutia semakin berisi nih (gak salah aku jadi pengikut blog ini)

    bahagia itu saat kita bisa tersenyum dengan tulus
    senyum yg muncul dari dalam hati nurani

    jujur aku baru sekali ketemu mbak mutia, dan kuperhatikan dg jelas senyumnya yang tulus dan menawan, aku yakin type orang seperti anda akan mudah mendapatkan kebahagiaan (dimanapun kapanpun dan bersama siapapun)

    BalasHapus
    Balasan
    1. maturnuwun mas, menulis dengan hati alias curhat hueheheh :D
      aminn mas... aminnnnnnn :) :)

      Hapus
  2. Bahagia itu pilihan hidup. Bahagia itu berawal dari bersyukur
    Terimakasih

    BalasHapus