Mutia Kymoot Thanks God, I'm sweet. Engkau sungguh Maha Indah, indahkanlah aku, Tuhan.

Senin, 11 Februari 2013

Pantai Nglambor, Belajar Arti "Bahagia itu Sederhana"


              Pernah denger Pantai Nglambor? Atau malah belum tau?
            Aku juga baru beberapa bulan yang lalu sih kesananya, ceritanya diajakin temenku ke pantai Siung karena ada acara disana, tapi dia bilang mau mampir di Nglambor dulu ketempat simbah. Hah?? Simbah?? Nglambor?? Mana tuh?? Udah pernah denger dan udah pernah liat fotonya sih, tapi jalannya juga belum tau.
            Yap, waktu itu pas hari sabtu sore, dan udah hampir malem minggu. Malam dimana pasangan – pasangan keluar dari sarangnya buat berkencan, dan aku cuma sendiri (eh fokus.. fokus... kenapa malah jadi mbahas malem minggu -_-,). Yap, sabtu sore, dan memang itu dadakan banget aku disms, tapi bukan Mutiya namanya kalo tiap ada hal yang menarik terus gak langsung berangkat. Langsung aku nyaut kamera, dompet, tas dan segala sesuatu yang aku butuhkan, dan gak pake mandi (emang kalo sore aku gak pernah mandi :D). Kita capcus kesana.
            Letak pantai ini ternyata tidak jauh dari pantai Siung, tepatnya sekitar 1 km sebelum pantai Siung. Waktu aku kesana, belum ada papan penunjuk jalan menuju pantai ini, entah kalau sekarang.
            Kita masuk jalan yang belum beraspal, dan lumayan membuat bokongku tergejlok – gejlok waktu membonceng, masih berupa batuan kapur gitu. Setelah sekitar 500 meter, tapi cukup menyita waktu sekitar 20 menit karena jalan nggronjal yang mengharuskan untuk pelan. Dan yeaahhh....
keren bangetttt!!!
Mataku menebarkan pandangan ke segala penjuru, menikmati ciptaan Tuhan yang luar biasa ini
          Hamparan laut dan bukit yang hijau, indah sekali.... nampak juga ada kandang – kandang yang berdiri di bawah sana.
            Setelah memarkirkan motor, kita berjalan menuruni bukit. Jalan yang berbatu dan cukup curam mengharuskan kendaraan berhenti di atas kalo gak mau jungkir balik.
Terlihat bukit yang hijau
Dan ketika ku palingkan pandanganku kebelakang..... jeng... jeng...
WOW!!
Subhanallah... keren bangettt!!! Semacam gambaranku waktu SD, ada dua gunung berwarna hijau, dan ini bukan sekedar imajinasiku belaka, bukan sekedar gambar fiktif, tapi ini terpampang nyata menn!!!!

Sambil tak henti – hentinya aku berdecak kagum, menyebut keagungan Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Pencipta, sungguh kebesaran Tuhan yang luar biasa, keindahan yang tak ternilai harganya, aku terus berjalan mengikuti temenku. Rasa penasaranku juga tak kunjung terjawab.
Dan aku hampir teriak – teriak ketakutan karena kedatanganku disambut gonggongan anjing yang sangat keras (trauma dulu pernah naik motor dan nabrak anjing nyampe mati T.T).

ada guguk.. gukk.. guk...
Dan gak cuma satu, ada dua menn!!!!
Tapi kemudian, terihat di depanku, sebuah bangunan, yang lebih mirip seperti kandang sapi. Dari situlah keluar seorang nenek yang kemudian memberikan isyarat kepada anjing – anjing itu untuk diam. Hah??? Ini rumah?? Oh, mungkin Cuma gubug untuk istirahat pas diladang, pikirku.
Kita disambut hangat sama simbah putri, dan tidak lama kemudian simbah kakung muncul, katanya beliau baru pulang dari cari rumput buat pakan sapi.
Dan setelah kenalan dan ngobrol – ngobrol, simbah yang bernama Mbah Mo kakung dan Mbah Mo putri itu memang menetap tinggal disitu. Berarti gubug yang aku kira kandang sapi tadi adalah rumah simbah?? Hah?? Tinggal disitu? Tanpa tetangga? Tanpa listrik?? Terus makannya gimana? Terus minumnya gimana? Terus kalo sakit gimana??
Yeah, ternyata temenku udah berkali – kali kesini dan sudah menganggap Mbah Mo ini adalah nenek dan kakeknya, temenku mbawain beras, dan yang membuatku semakin terenyuh, simbah tak henti – hentinya mengucap Alhamdulillah, ya Allah, luar biasa sekali :’).
Ngobrol - ngobrol sama simbah
 Mbah Mo kakung putri adalah sepasang suami istri yang saling setia sampai tua, dan mereka memilih hidup bersama alam dalam kesederhanaan. Makan makanan seadanya, hasil panen, entah padi, entah jagung, singkong dan umbi – umbian lainnya yang bisa ditemukan disana. Pas tak tanya kok milih tinggal disini, gak ikut anaknya aja, ternyata mereka menjawab bahwa disini mereka menemukan kedamaian. Dan memang, aku merasakannya sendiri kedamaian itu. Indah sekali.
Setelah cukup ngobrol – ngobrol sama beliau berdua, kami pamit pulang. Dan yang membuatku semakin terenyuh ketika simbah ndoain kami, didoain biar cita – citanya terpenuhi, segala sesuatu berjalan lancar, dan kami diberi wejangan – wejangan agar selalu berbuat baik (aku jadi inget kakek nenekku Mbayat sana yang udah meninggal :’(, kakek nenekku dulu juga suka ngasih wejangan kayak gitu).
Dan kata orang, do’a orang tua itu akan dikabulkan oleh Allah, amin. Semoga :’).
Sebelum pulang, kita turun ke pantai dulu, dan ternyata pertanyaanku “minumnya gimana?”  terjawab, ternyata disalah satu sudut pantai ini ada sumber mata air yang cukup unik. Jadi sumber mata airnya itu Cuma berbentuk cekungan kecil, tempatnya tepat dibibir pantai, jadi kalau pas pasang sumber ini kena air laut, tapi uniknya sumber air ini rasanya tawar loh, aku udah membuktikan sendiri dengan meminumnya (pas lagi haus juga :D), terus katanya diambil berember – ember pun gak habis. Tambah satu lagi, kebesaran Tuhan yang luar biasa.
Sumber mata air
 Pemandangan disini pun tak kalah cantik dengan diatas tadi, dan aku gak mau melewatkan moment untuk mengabadikan semua keindahan ini.
keren mamen!!!
yeahhhh!!!!
  Dan tak terasa matahari sudah turun menuju peraduannya, kita harus segera ke pantai Siung sebelum gelap.
Yeah... hari itu... hari yang sangat luar biasa. Dimana aku bisa belajar dan mengerti arti dari kesederhanaan. Bahagia itu sederhana. Kedamaian, kesetiaan, kesederhanaan dan kebahagiaan. Selalu bersyukur atas segala sesuatu yang Tuhan berikan untuk kita. :’)
Kapan ya main ketempat simbah lagi?
Salam lestari
Sahabat pasir dan ombak. :)
           
           

4 komentar:

  1. wahh... keren... itu masih peloksok ya?

    BalasHapus
  2. halo mbak, belum lama ini saya ke nglambor juga krn tertarik dari artikel beberapa teman

    pas mas ksana nemu puluhan kera ?? soale saya ksana rencana mau camping, pas sampe sana ada 50an kera ditengah jalan samping pantai... (basecampnya dibukit sebelah kiri) kaget dan kagum juga sih, gak nyangka aja dan tdk ada dipembahasan artikel2... dan akhirnya gak jadi camping disana krn sedikit takut... hehe

    BalasHapus